GENCARNEWS.COM, BATAM – Aktivitas galian C ilegal atau pencucian pasir kembali mencuat di kawasan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sabtu (7/6/2025), tim media yang turun ke lokasi mendapati sejumlah titik galian yang aktif beroperasi tanpa izin yang jelas.
Pantauan di lapangan menunjukkan adanya kegiatan pemuatan pasir ke atas armada truk, dengan sejumlah pekerja tampak sibuk mengangkut material tambang. Di sekitar lokasi juga terlihat beberapa gubuk yang diduga digunakan sebagai tempat istirahat para pekerja tambang.
Dari informasi yang dihimpun, aktivitas ini diduga melibatkan seorang oknum anggota TNI AU berinisial MJ, yang disebut-sebut sebagai pemilik lokasi tambang. MJ diduga bekerja sama dengan seorang oknum wartawan media MKS untuk melindungi dan mengatur aliran setoran dari aktivitas tambang ilegal tersebut.
"Kalau untuk media, MKS yang bagi. Sudah satu tahun dia yang pegang. Ada beberapa titik di bawah kendalinya," ujar seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Lokasi galian yang disebut-sebut berada di sekitar area yang dikenal sebagai "lapangan tembak" milik TNI AU, hingga ke area pembuangan sampah Panglog dan Sekila. Aktivitas penambangan ini dinilai telah merusak lingkungan, khususnya daerah resapan air, yang berpotensi mengganggu ketersediaan air tanah dan memicu bencana lingkungan.
“Sudah hancur mereka keruk. Kami khawatir terjadi bencana. Rumah kami dekat dari sana,” tambah narasumber.
Penambangan pasir ilegal dapat menyebabkan kerusakan lingkungan serius, seperti terganggunya resapan air, longsor, serta pencemaran lahan dan air. Aktivitas ini kerap terjadi karena minimnya kesadaran hukum masyarakat, lemahnya pengawasan, hingga faktor ekonomi.
Kegiatan penambangan, termasuk pasir, diatur secara tegas dalam beberapa regulasi nasional, antara lain:
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Mengatur seluruh kegiatan usaha pertambangan.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PP No. 23 Tahun 2010 dan PP No. 78 Tahun 2010: Mengatur pelaksanaan pertambangan serta reklamasi dan pasca-tambang.
Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 dan Permen LHK No. 86 Tahun 2017: Mengatur teknis pelaksanaan dan reklamasi tambang.
Bagi pelaku penambangan ilegal, hukum memberikan ancaman pidana berat, di antaranya:
Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009: Hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Pasal 97 UU No. 32 Tahun 2009: Penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Hingga berita ini diturunkan, MJ—oknum TNI AU yang disebut sebagai dalang utama aktivitas ini—belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang diajukan oleh awak media. ( Sandi)