-->

Iklan

Advertise with Anonymous Ads"/>

Mandek 8 Tahun, Tersangka DPO Tak Ditangkap: Kuasa Hukum Laporkan Dirreskrimum Polda Riau

Fir Conet
Saturday, December 13, 2025, December 13, 2025 WIB Last Updated 2025-12-13T10:52:35Z


GENCARNEWS.COM, PEKANBARU — Setelah delapan tahun tanpa kepastian hukum, Kantor Hukum Siahaan & Co. selaku kuasa hukum Tandi Suheli akhirnya mengambil langkah tegas dengan melaporkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau, Kasubdit II Ditreskrimum, serta penyidik yang menangani perkara klien mereka ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Selasa (9/12/2025).

Laporan pengaduan tersebut diajukan atas dugaan ketidakprofesionalan, kelalaian, penyalahgunaan wewenang, hingga pembiaran sistematis dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana penggelapan dengan terlapor Muhammad Amin, yang telah dilaporkan sejak 13 Agustus 2018 melalui LP No. TBL/383/VIII/2018/SPKT/POLDA RIAU.

Ironisnya, meski perkara telah berjalan hampir satu dekade, hingga kini klien pelapor belum memperoleh kepastian hukum, sementara kerugian yang dialami mencapai Rp3.512.500.000.

“Ini bukan perkara kecil. Klien kami mengalami kerugian miliaran rupiah, namun penegakan hukumnya berjalan di tempat,” ujar perwakilan Kantor Hukum Siahaan & Co., Attorney at Law, dalam keterangan pers dari kantor mereka di Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Kuasa hukum membeberkan sejumlah kejanggalan serius yang dinilai sebagai bentuk pengabaian hukum oleh aparat penegak hukum.

Salah satunya adalah putusan praperadilan Pengadilan Negeri Pekanbaru tahun 2021 dengan nomor 10/Pen.Pid.Prap/2021/PN.Pbr, yang secara tegas menyatakan penghentian penyidikan tidak sah dan batal demi hukum, serta memerintahkan penyidik untuk melanjutkan penyidikan.

Namun, meski putusan tersebut bersifat condemnatoir dan mengikat, penyidik Ditreskrimum Polda Riau diduga tidak menjalankan amar putusan sebagaimana mestinya hingga hari ini.

“Putusan pengadilan bukan sekadar formalitas. Ini perintah hukum yang wajib dilaksanakan, bukan diabaikan,” tegas kuasa hukum.

Lebih jauh, Muhammad Amin telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2022 dan secara resmi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 28 Februari 2025.

Namun, meski telah berstatus buron selama lebih dari delapan bulan, kuasa hukum menilai tidak ada langkah konkret yang dilakukan penyidik, baik penangkapan, penggeledahan, maupun upaya paksa lainnya.

“Penetapan tersangka dan DPO seharusnya diikuti tindakan nyata, bukan sekadar dokumen administratif,” ungkap kuasa hukum.

Keanehan lain yang disoroti adalah diterbitkannya dua Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), yakni A4-11 dan A4-12, yang memiliki isi nyaris identik.

Kuasa hukum menduga dokumen tersebut hanya menjadi formalitas administratif, tanpa menunjukkan perkembangan penyidikan yang substansial.

“Kami melihat ini sebagai indikasi kuat stagnasi perkara yang ditutup-tutupi dengan administrasi,” tambahnya.

Sejak laporan dibuat pada 2018, pelapor disebut tidak pernah mendapatkan kepastian hukum yang layak. Penanganan perkara yang berlarut-larut dinilai tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencederai prinsip kepastian hukum dan pelayanan publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi kepolisian.

Atas dasar itu, Kuasa Hukum Tandi Suheli mendesak Kadiv Propam Polri untuk, Memeriksa dan memproses Dirreskrimum Polda Riau, Kasubdit II, serta penyidik terkait dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik, Menjatuhkan sanksi tegas apabila terbukti terjadi pelanggaran.

Memerintahkan penangkapan tersangka Muhammad Amin serta melanjutkan penyidikan sesuai amar putusan praperadilan, dengan supervisi langsung dari pimpinan.

“Sudah delapan tahun klien kami mencari keadilan. Yang terjadi justru pembiaran yang kami nilai sistematis. Ini bukan kelalaian biasa,” tegas Robi Mardiko, SH, salah satu kuasa hukum.

Ia menambahkan, “Propam Polri harus turun tangan untuk mengembalikan marwah dan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.”

Kecurigaan publik semakin menguat ketika pelapor membandingkan penanganan perkara ini dengan kasus lain yang relatif baru namun justru diproses lebih cepat. Kondisi tersebut memunculkan dugaan adanya perlakuan khusus, terlebih diketahui bahwa anak terlapor merupakan seorang perwira Polri.

Kuasa hukum menegaskan bahwa asas equality before the law harus ditegakkan tanpa pengecualian. “Hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” tegasnya.

Pelapor berharap Kapolda Riau dapat turun langsung melakukan evaluasi menyeluruh agar tidak muncul persepsi negatif bahwa institusi kepolisian memberi ruang bagi perlakuan berbeda.

Hingga berita ini diterbitkan, Polda Riau belum memberikan keterangan resmi terkait lambannya penanganan perkara tersebut. Publik kini menanti langkah nyata: apakah proses hukum akan kembali berjalan sesuai aturan, atau justru semakin menegaskan tanda tanya besar—ada apa di balik mandeknya kasus ini?

“Kami berharap perhatian dan tindakan tegas dari Kapolri dan Kadiv Propam demi tegaknya hukum dan keadilan bagi korban,” pungkas Robi Mardiko. (rls)


Komentar

Tampilkan

  • Mandek 8 Tahun, Tersangka DPO Tak Ditangkap: Kuasa Hukum Laporkan Dirreskrimum Polda Riau
  • 0

Terkini