GENCARNEWS.COM, BATAM — Tagihan listrik senilai Rp16.884.908.334 milik PT Karya Stel Abadi (PT KSA) kepada PLN Batam kini menuai tanda tanya besar. Pasalnya, hingga saat ini PLN Batam dinilai tidak menagih langsung tunggakan tersebut kepada PT KSA, perusahaan yang diketahui telah bangkrut dan seluruh asetnya telah dilelang oleh pihak bank.
PT Karya Stel Abadi yang beralamat di Jalan Raya Sei Binti, Pelabuhan Sagulung, Kelurahan Sei Binti, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, diketahui sudah tidak lagi beroperasi. Bahkan, status pelanggan listrik perusahaan tersebut telah diputus sejak Mei 2023. Namun demikian, tagihan fantastis senilai lebih dari Rp16 miliar tersebut justru dibebankan kepada pihak perusahaan baru yang membeli aset PT KSA melalui lelang resmi bank.
Permasalahan mencuat saat PT Derap Bersama Abadi (PT DBA), selaku perusahaan baru yang membeli aset eks PT KSA, mengajukan permohonan pemasangan kWh meter baru dengan daya 197.000 VA untuk kebutuhan produksi. Dalam balasan surat permohonan tersebut, PLN Batam Unit Batu Aji diduga mensyaratkan pelunasan tunggakan listrik PT KSA terlebih dahulu sebelum pemasangan listrik dapat dilakukan.
Hal ini jelas mendapat penolakan dari pihak PT DBA. Seorang pengusaha yang enggan disebutkan namanya, saat dikonfirmasi awak media pada 12 Desember 2025, mengaku keberatan dan merasa dipersulit.
“Kami ingin memasang kWh listrik untuk kegiatan produksi, namun justru diminta melunasi utang perusahaan lama. Padahal kami membeli aset melalui lelang bank dan tidak pernah tahu-menahu soal utang PT terdahulu. Ini jelas tidak adil,” ujarnya.
Ia menegaskan, seharusnya PLN Batam menagih langsung tunggakan tersebut kepada PT Karya Stel Abadi sebagai pihak yang berutang. Menurutnya, PLN memiliki jalur hukum, termasuk menggugat wanprestasi melalui pengadilan, bukan malah membebankan kewajiban kepada investor baru.
“Kami bukan pihak yang terlibat dalam hubungan utang-piutang itu. Jika pemasangan listrik terus dipersulit, ini jelas menghambat investasi dan dunia usaha di Batam,” tegasnya.
Sementara itu, Humas PLN Batam, Novi, saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp terkait penolakan pemasangan kWh dan tunggakan PT KSA, hingga berita ini diterbitkan tidak memberikan tanggapan. Pesan yang dikirimkan diketahui telah dibaca, namun tidak dibalas.
Sorotan juga datang dari DPD Wawasan Hukum Nusantara (WHN) Kota Batam. Melalui Pelaksana Tugas Sekretaris, organisasi tersebut menilai ada kejanggalan serius dalam penanganan kasus ini.
“Kami melihat ada dugaan pembiaran dan potensi pelanggaran hak pelaku usaha, bahkan bisa bertentangan dengan semangat Undang-Undang Cipta Kerja. PLN Batam Unit Batu Aji menolak permohonan pemasangan kWh dari dua perusahaan, yakni PT Derap Bersama Abadi dan PT Cakrawala Mandiri Persada, yang berlokasi di eks PT KSA,” jelasnya saat dihubungi pada 13 Desember 2025.
WHN menegaskan, tunggakan sebesar Rp16 miliar lebih merupakan persoalan antara PLN Batam dan PT Karya Stel Abadi, bukan tanggung jawab perusahaan baru yang membeli aset hasil lelang.
“Ini bukan nilai kecil. Informasi yang kami terima bahkan menyebutkan adanya kemungkinan keringanan pembayaran menjadi sekitar Rp5 miliar. Pertanyaannya, atas dasar aturan apa kebijakan tersebut dibuat? Jika tidak jelas, ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi PLN Batam dan patut diduga sarat kepentingan,” tegasnya.
Lebih lanjut, WHN juga mempertanyakan dasar munculnya tagihan tersebut, mengingat aliran listrik atas nama PT Karya Stel Abadi telah diputus sejak tahun 2023.
“Jika meteran sudah diputus dan perusahaan bukan lagi pelanggan PLN, bagaimana mungkin tagihan terus berjalan? Apakah ini tunggakan, denda, atau biaya lain? Ini harus dibuka secara transparan,” tambahnya.
Sebagai bentuk kontrol sosial, DPD Wawasan Hukum Nusantara Kota Batam mengaku telah melayangkan surat klarifikasi kepada PLN Batam. Bahkan, pihaknya berencana menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dilakukan audit menyeluruh terkait dugaan kejanggalan dalam penagihan dan kebijakan tersebut.
“PLN harus menagih kepada pihak yang berutang. Jangan sampai pengusaha yang berniat berinvestasi justru menjadi korban. Jika dibiarkan, ini akan mencederai iklim usaha dan kepercayaan investor,” tutupnya.
"/>


