GENCARNEWS.COM, BATAM – Kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Batam kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMi) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kepulauan Riau mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk turun tangan menelusuri dugaan kejanggalan anggaran tagihan listrik senilai Rp16.884.908.334 yang belum dibayarkan oleh PT Karya STEL Abadi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT Karya STEL Abadi yang beralamat di Jalan Raya Sei Binti, Pelabuhan Sagulung, Kelurahan Sei Binti, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, tercatat memiliki tunggakan pembayaran listrik kepada PLN Batam dengan nilai fantastis tersebut. Polemik antara PLN Batam dan PT Karya STEL Abadi pun menjadi perhatian serius masyarakat serta organisasi kemasyarakatan.
Ketua DPD LAMi Kepri, Agus Ramlah, kepada awak media pada Senin (15/12/2025) menegaskan bahwa persoalan tagihan Rp16,8 miliar ini tidak bisa dianggap sepele dan harus diusut secara transparan.
“Tagihan sebesar Rp16,8 miliar ini patut dipertanyakan. Jika memang dikategorikan sebagai utang, tentu ada kesepakatan antara dua belah pihak, yakni PLN Batam dan PT Karya STEL Abadi. Maka, oknum PLN yang memberikan kebijakan tersebut harus memiliki dasar hukum yang kuat. Kita tahu, secara aturan, calon pelanggan wajib menyelesaikan pembayaran terlebih dahulu sebelum dilakukan penyambungan listrik,” ujar Agus.
Ia juga menyoroti fakta bahwa sejak Mei 2023, pelanggan atas nama PT Karya STEL Abadi disebut telah diputus sambungan listriknya oleh PLN Batam. Dengan kondisi tersebut, Agus mempertanyakan dasar munculnya tagihan dalam jumlah besar tersebut.
“Jika pelanggan sudah diputus dan tidak lagi berlangganan, seharusnya seluruh tagihan juga berakhir. Ini yang menjadi kejanggalan dan perlu ditelusuri secara serius karena berpotensi merugikan keuangan negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agus menilai penolakan pengajuan sambungan listrik terhadap dua perusahaan dengan daya 3 kWh oleh PLN Batam yang dikaitkan dengan tunggakan PT Karya STEL Abadi sebagai tindakan yang tidak pantas dan tidak berdasar.
“PLN Batam seolah membebankan persoalan utang PT Karya STEL Abadi kepada pengusaha lain yang sama sekali tidak mengetahui persoalan sebelumnya. Ini jelas melanggar prinsip perlindungan konsumen, hak asasi manusia, serta menghambat iklim investasi di Batam,” katanya.
Menurut LAMi Kepri, pihak yang bertanggung jawab penuh atas tagihan Rp16,8 miliar tersebut adalah PT Karya STEL Abadi. Oleh karena itu, PLN Batam diminta menempuh jalur hukum yang sah, seperti gugatan wanprestasi di pengadilan, bukan justru mengambil kebijakan yang dinilai merugikan pihak lain.
LAMi Kepri juga mengaku mendapatkan informasi adanya rencana penurunan nilai tagihan dari Rp16,8 miliar menjadi sekitar Rp5 miliar. Hal ini semakin menimbulkan tanda tanya besar.
“Apakah pengurangan tagihan tersebut sudah sesuai aturan atau hanya kebijakan oknum tertentu? Jika tidak sesuai prosedur, tentu berpotensi menimbulkan kerugian bagi PLN sebagai perusahaan negara. Inilah yang kami nilai perlu ditangani KPK, karena anggarannya tidak sedikit dan patut diduga ada indikasi korupsi, suap, atau nepotisme,” tegas Agus.
Agus juga menyoroti minimnya keterbukaan PLN Batam dalam pengelolaan anggaran dan sistem pelayanan. Ia menilai masih adanya proses pengajuan yang dilakukan secara offline membuka celah terjadinya penyimpangan.
“Seharusnya seluruh proses dilakukan secara transparan melalui aplikasi PLN Mobile. Jika tidak, ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa sebenarnya di internal PLN Batam,” tambahnya.
Atas dasar itu, LAMi DPD Kepri menyatakan akan terus mengawal dan mendorong pengusutan kasus ini hingga tuntas, serta mendesak aparat penegak hukum, khususnya KPK RI, untuk melakukan penyelidikan mendalam demi menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap BUMN.
"/>


